DINAMIKA KETATANEGARAAN RI
DINAMIKA
KETATANEGARAAN RI
Sejak
proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang di Indonesia telah berlaku tiga
macam undang-undang dasar dalam bererpa periode, yaitu ;
1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 (masa
kemerdekaan);
Saat
Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, republik yang
baru ini belum mempunyai undang-undang dasar. Baru sehari kemudian pada tanggal
18 agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) disahkan
Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagai Undang-undang Dasar Republik
Indonesia
a. Penyusunan
Undang-undang Dasar 1945.
Pada tanggal 28 mei 1945, pemerintah balatentara Jepang
melantik Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ini adalah
sehubungan dengan janji dari pemerintah Jepang
yang diucapkan oleh Perdana Menteri Jepang Koiso di depan Dewan Perwakilan
Rakyat Jepang, yang akan memberikan Kemerdekaan kepeda Indonesia di kemudian
hari.86) Janji tersebut maksudnya agar bangsa Indonesia membantu balatentara
jepang terus terpukul mundur dimana oleh tentara sekutu. Badan Penyelidik
Usaha-Usaha persiapan kemerdekaan Indonesia ini beranggota 62 orang dengan Dr.
K.R.T. Radjiman sebagai ketua dan R.P. Saroso Sebagai Wakil Ketua. Sidang Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia ini dapat dibagi dalam dua masa
yaitu masa sidang pertama dari tanggal 29 mei 1945 sampai 1 juni 1945 dan masa
siding kedua dari tanggal 10 juli 1945 ampai 17 juli 1945. Walaupun maksud
pendirinan badan ini hanya untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan
Indonesia, sesuai dengan janji pemerintah balatentara jepang, namun apa yang
dihasilkan kemudian oleh badan ini jauh dari sekedar mengadakan penyeledikan,
karena badan itu melakukan tugasnya sampai kepada penyusunan suatu Rancangan
Undang-undang Dasar. Karena itu pada masa sidang pertama
badan itu telah membicarakan tentang
philosofische grondslag, dasar falsafah dari Indonesia
merdeka, dan dalam rangka itu pada tanggal 29 Mei 1945 dan 1 Juni 1945 Mr. Moh.
Yamin dan Ir. Soekarno telah mengucapkan pidatonya. Kedua pidato tersebut
memuat dasar-dasar bagi Indonesia merdeka. Baru kemudian pada masa sidang
kedua, pembicaraan tentang Rancangan Undang-undang Dasar benar-benar
dilaksanakan dan dibentuklah suatu panitia yang diberi nama Panitia Hukum Dasr
dengan anggota terdiri dari 19 orang termasuk ketuanya Ir. Soekarno. Panitia
ini kemudian membentuk Panitia kecil yang terdiri dari Prof. Mr. Soepomo, Mr. Wongsonegoro, R.
Soekardjo, Mr. A. Maramis, Mr. R. Pandji Singgih, H.A Salim dan Dr. Sukiman,
sedangkan ketuanya diangkat Prof. Mr. Dr. Soepomo. Pada tanggal 13 Juli 1945
Panitia Kecil telah menyelesaikan tugasnya, dan memberikan Laporan kepada
Penitia Hukum Dasar. Setelah beberapa kali sidang, badan penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia menyetujui hasil panitia tersebut sebagai
rancangan undang-undang dasar pada tanggal 16 Juli 1945.
b. Lahirnya
Undang-undang Dasar 1945.
Dengan
selesainya tugas Badan Penyeleidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia,
maka oleh pemerintah Balatentara Jepeng dibentuklah Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Tugas panitia ini mempersiapkan segala sesuatunya
sehubungan dengan kemerdekaan Indonesia. Panitia ini terdiri dari 21 orang
anggota termasuk seorang ketua dan wakil ketua masing-masing Ir. Soekarno dan
Drs. Mohamad Hatta. Menurut rencananya Panitia ini akan memulai bekerja pada
tanggal 9 agustus 1945, dan diharapkan pada tanggal 24 agustus 1945 hasil kerja
panitia ini dapat disahkan oleh pemerintah Jepang. Rencana tersebut ternyata
tidak dapat berjalan, karena sebelum panitia tersebut menjalankan tugasnya,
pada tanggal 6 agustus 1945
sekutu menjatuhkan bom atom di Hirosima, dan pada tanggal 9 agustus di
Nagasaki. Akibatnya Jepang menyerah kepada sekutu. Akibat dari hal tersebut di
atas, maka panitia persiapan kemerdekaan Indonesia yang semula beranggota 21
orang ditambah menjadi 26 orang, dan tidak dapat lagi dikaitkan dengan
pemerintah balatentara jepang, karena sebelum panitia tersebut bekerja jepang
telah menyerah kepada sekutu, dan panitia yang baru ini sudah ditambah dengan 5
orang. Panitia persiapan kemerdekaan Indonesia kemudian dibentuk oleh bangsa
Indonesia sehari setelah proklamasi kemerdekaan yaitu pada tanggal 18 agustus
1945 mengesahkan Undang-undang Dasar 1945. Apabila diperhatikan hasil panitia
Hukum Dasar yang diterima oleh Badan Pneyelidik Usaha kemerdekaan Indonesia
banyak yang diterima oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan khusus
mengenai pembukaan Undang-undang Dasar 1945 perlu diperhatikan apa yang
dicetuskan oleh 9 orang tokoh bangsa Indonesia pada tanggal 22 juni 1945 di
Jakarta, yang dinamakan Piagam Jakarta. Piagam ini memuat pokok-pokok pikiran
tentang Negara Indonesia merdeka. Setelah dihilangkan 7 kata-kata dalam piagam
Jakarta tersebut, maka seluruh isinya dijadikan pembukaan Undang-Undang Dasr
1945.
c. Kesahan
Undang-undang Dasar 1945.
Seperti
yang telah dijelaskan bahwa Undang-undang Dasar 1945 disusun oleh Badan
Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia yang kemudian dilanjutkan oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Jelas bahwa kedua badan tersebut bukan
konstituante atau badan yang dapat disamakan dengan itu seperti Majelis
Permusyawaratan Rakyat hasil pemelihan umum. Karena itu timbul pertanyaan
apakah Undang-undang Dasar 1945tersebut sah? Prof. Ismail Sunny dalam bukunya
“pergeseran kekuasaan Eksekutif” menyebutkan bahwa kesahan undang-undang Dasar
1945 harus dipertimbangakan dengan menunjuk kepada berhasilnya revolusi
Indonesia. Jadi karena revolusi Indonesia berhasil maka apa yang dihasilkan
oleh revolusi itu “Undang-undang Dasar 1945” adalah sah. Pendapat tersebut
didasarkan kepada pendapat Hans Kelsen dalam bukunya “Genaral Theory of Law and
State” yang menyatakan bahwa jika suatu revolusi rakyat, atau suatu republik
dirobah bentuknya menjadi kerajaan olehsuatu
coup d’etat seorang presiden, dan jika pemerintah baru itu sanggup
mempertahankan Konstitusi baru dalam suatu cara yang efektif, maka menurut
Hukum Internasional Pemerintah dan Konstitusi ini adalah pemerintah yang sah
dan konstitusi yang berlaku bagi Negara itu. Hampir sama dengan pendapat Hans
Kelsen tersebut, Ivor Jennings dalam bukunya “the law and the constitution”menyatakan,
bahwa revolusi yang berhasil menciptakan konstitusi baru. Meskipun timbulnya
revolusi itu menyalahi hukum yang berlaku pada waktu itu, namun jika revolusi
itu dapat mempertahankan kekuasaannya, kekuasaan itu diakui oleh ilmu hokum
sebagai sesuatu yang sah. Dilihat dari sudut bahwa apa yang dihasilkan oleh
revolusi Indonesia adalah merobah ketentuan hokum yang berlaku pada waktu itu,
maka ada baiknya kalau di bawah ini diuraikan pule pendapat dari Jellinek
tentang perubahan Undang-undang Dasar. Jellinek membedakan perubahan
Undang-undang Dasar dalam dua hal, yaituVerfassungsanderung
dan verfassung swandlung.
Verfassungsanderung adalah perubahan Undang-undang Dasar yang dilakuakn dengan
sengaja sesuai dengan apa yang ditentukan dalam undang-undang dasar yang
bersangkutan. Verfassungswandlung adalah perubahan Undang-undang Dasar dengan
cara yang tidak disebutkan oleh Undang-undang Dasar tersebut, tetapi melalui
cara-cara istimewa, seperti revolusi, coup d’etat, convention, dan sebagainya.
Perubahan ketatanegaraan yang terjadi dengan meletusnya revolusi Indonesia,
sewaktu kekuasaan Jepang telah runtuh dan kekuasaan belanda belum pulih
kembali, maka yang terjadi pada waktu itu adalah kekosongan hokum, dan
perubahan tersebut tidak ditetapkan dalam ketentuan yang ada, sehingga dengan
demikian perubahan itu termasuk Verfassungswandlung. Bila dihubungkan dengan
pembentukan hokum republik Indonesia yang dimulai dengan Undang-undang Dasar
1945 adalah pembentukan secara luar biasa atau abnormale rechtsvorming yang
membedakannya dan pembentukan secara biasa (normale rechtsvorming).
d. Undang-undang Dasar 1945 bersifat sementara.
Berlainan dengan Undang-undang Dasar 1949 yang tegas dinyatakan dalam
pasal 186 bahwa sifatnya sementara, maka Undang-undang Dasar 1945 tidak ada
keterangan tentang hal tersebut. Namun kalau dibaca Undang-undang Dasar 1945
dimana dalam pasal III ayat (2) aturan tambahan disebutkan, akan dibentuk
Majelis Permusyawaratn Rakyat dan menurut pasal 3 Undang-undang Dasar 1945
salah satu tugas Majleis Permusyawaratan Rakyat adalah menetapkan Undang-undang
Dasar, maka ini berarti bahwa selama Majelis Permusyawaratan Rakyat belum
menetapkan Undang-undang Dasar 1945 sebagai Undang-undang Dasar yang tetap,
tidak bisa lain sifatnya adalah sementara. Benar apa yang dikatakan oleh
Joeniarto, bahwa dengan melihat pasal 3 Undang-undang Dasar 1945 di atas, maka
ada kemungkinan tiga kejadian yang akan terjadi, bahwa kemungkinan Majelis
Permusyawaratan Rakyat akan menetapkan Undang-undang Dasar 1945 seperti apa
adanya sebagai Undang-undang Dasar yang tetap, atau menetapkannya dengan
merobah atau menambah di sana-sini, atau menetapkan Undang-undang Dasar yang
baru sama sekali. Tetapi yang jelas bahwa selama Majelis Permusyawaratan Rakyat
hasil pemelihan umum belum menetapkan Undang-undang Dasar 1945 sebagai
Undang-undang Dasar yang tetap,
maka sifatnya masih tetap sementara.
2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 (masa UUDS 1950);
Perjalanan
Negara baru republik Indonesia, ternyata tidak luput dari rongrongan pihak
belanda yang menginginkan untuk kembali berkuasa di Indonesia. Ternyata
mengembalikan Hindia Belanda seperti sebelumnya Jepang datang ke Indonesia
adalah tidak mudah. Dan akibatnya Belanda
mencoba untuk mendirikan Negara-negara seperti Negara Sumatera Timur, Negara
Indonesia timur, Negara pasundan, Negara jawa timur dan sebagainya. Taktik
belanda dengan adanya Negara-negara itu akan meruntuhkan kekuasaan republik
Indonesia. Sejalan dengan usaha belanda tersebut maka terjadilah Agresi I pada
tahun 1947 dan agresi II 1948. akibat dari hal ini kemudian dan pengaruh dari perserikatan
Bangsa-Bangsa, maka di Den Haag diadakan konperensi meja bundar dari tanggal 23
agustus 1949 sampai 2 november 1949. konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari
republik Indonesia, BFO (Bijjen Komst Voor Federal Overleg) dan Nederland serta
sebuah komisi perserikatan bangsa-bangsa untuk Indonesia. Dalam konferensi itu
dihasilkan tiga buah persetujuan pokok, yaitu :
1. mendirikan Negara republik Indonesia serikat,
2. penyerahan kedaulatan kepada republik Indonesia serikat,
3. didirikan Uni antara
republik
Indonesia serikat dan kerajaan belanda.
Sedangkan
persetujuan penyerahan kedaulatan terdiri dari tiga (3) persetujuan, yaitu :
1. Piagam penyerahan kedaulatan;
2.
Stauts Uni;
3.
Persetujuan perpindahan.
Rencana
Undang-undang Dasar untuk Negara republik Indonesia Serikat dibuat oleh
delegasi republic Indonesia dan delegasi BFO pada konferensi Meja Bundar
tersebut. Rencana tersebut diterima oleh kedua belah pihak dan mulai berlaku
pada tanggal 27 desember 1949 yang sebelumnya pada tanggal 14 desember 1949
telah disetujui oleh komite nasional pusat sebagai badan perwakilan rakyat di
republik Indonesia. Dengan berdirinya Negara republik Indonesia serikat, maka republic
Indonesia hanyalah merupakan salah satu Negara begian dalam Negara republik
Indonesia serikat, dan wilayahnya sesuai dengan pasal 2 Undang-undang dasar
republik Indonesia serikat (UUD RIS) adalah daerah yang disebut dalam
persetujuan renville. Undang-undang Dasar 1945 yang semula berlaku untuk
seluruh Indonesia maka mulai tanggal 27 desember 1949, hanya berlaku dalam wilayah Negara bagian republik Indonesia. Atas
dasar pertimbangan bahwa sebetulnya badan yang membentuk undang-undang dasar republik
Indonesia serikat kurang representative, maka dalam pasal 186 Undang-undang
Dasar Republik Indonesia Serikat disebutkan bahwa Konstituante bersama-sama
dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi Republik Indonesia
Serikat. Dan dari bunyi pasal ini jelaslah bahwa UUD RIS bersifat sementara.
3.
Periode
17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 (masa orde lama);
Periode
federal dari UUD RIS 1949 merupakan perobahan sementara, karena sesungguhnya
bangsa Indonesia sejak 17 agustus 1945 menghendaki sifat kesatuan. Hal ini
dapat dibuktikan bahwa Negara RIS tidak bertahan lama karenaterjadi
penggabungan dengan republik Indonesia, sehingga akhirnya tinggal tiga Negara
bagian yaitu Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Sumatera Timur.
Hal ini jelas mengakibatkan wibawa dari pemerintah Republik Inodnesia Serikat
menjadi berkurang.akhirnya dicapailah kata sepakat antara RIS yang mewakili
Negara Indonesia Timur dan negar Sumatera, dan Republik Indonesia untuk
mendirikan kembali Negara kesatuan Republik Indonesia. Persetujuan tersebut
dituangkan dalam suatu persetujuan 19 Mei 1950 dimana dicapai kata sepakat akan
mendirikan kembali Negara kesatuan sebagai kelanjutan dari Negara kesatuan yang
diproklamasikan pada tangal 17 agustus 1945. bagi Negara kesatuan yang akan
didirikan itu jelas perlu adanya suatu Undang-undang Dasar yang baru. Dan untuk
itu dibnetuklah suatu panitia bersma yang menyusun suatu rancangan
Undang-undang dasar yuang kemudian disahkan pada tanggal 12 agustus 1950 oleh
badan pekerja komite nasional pusat dan oleh perwakilan rakyat serta senat
republik Indonesia serikat pada tanggal 14 agustus 1950, dan berlakulah UUD
baru itu pada tanggal 17 agustus
1950. Jalan yang ditempuh untuk memperlakukan UUD 1950 ini dengan mempergunakan
pasal 127 a dan pasal 191 ayat (2) UUDS RIS, yaitu pasal-pasal tentang
perobahan UUD, maka dengan UU Federasi no.7 tahun 1950 Lembaran Negara RIS 1950
no.56, resmilah UUD 1950 berlaku mulai tanggal 17 agustus 1950. Berdasarkan hal
tersebut di atas, maka formil UUD 1950 adalah merupakan perobahan dari UUD
1949, namun pada hakekatnya adalah penggantian UUD, dari UUD 1949 diganti
dengan UUD 1950, jadi bukan hanya sekedar perobahan saja. Sama halnya dengan
UUD 1949, juga UUD 1950 bersifat sementara, hal ini jelas disebutkan dalam
pasal 134, dimana diharuskan konstituante bersama-sama dengan pemerintah
menyusun UUD RI yang akan menggantikan UUD yang berlaku saat itu (UUD 1950).
Hal ini disebabkan karena badan yang menyusun UUD 1950 merasa dirinya kurang
representative, sama halnya dengan badan yang menyusun UUD 1949. Berbeda dengan
UUD 1949, yang tidak sempat mewujudkan konstituante, maka dibawah UUD 1950
sebagai realisasi dari pasal 134 tersebut telah dilaksanakan pemilihan umum
pada bulan desember 1955 untuk memilih anggota konstituante. Pemilihan umum ini
dilakukan berdasarkan UU No.7 1953. dan sebagai hasilnya pada tanggal 10
november 1956 di bandung diresmikanlah konstituante. Sementara konstituante
yang telah bersidang selama kurang lebih dua setengah tahun belum dapat
menyelesaikan tugasnyamaka situasi di tanah air sedemikian rupa sehingga
dikhawatirkan akan timbul perpecahan. Dan kegagalan konstituante untuk
memecahkan maslah pokok dalam menyusun UUD baru, disebabkan karena tidak pernah
tercapai Quorum 2/3 seperti yang
diharuskan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka pada tanggal 22 april 1959 atas
nama pemerintah, presiden memberikan amanat di depan sidang pleno konstituante
yang berisi anjurang agar konstituante menetapkan saja UUD 1945 sebagai UUD
yang tetap bagi Republik Indonesia. Ternyata setelah diadakan beberapa kali
sidang dan diadakan pemungutan suara, quorum yang diharuskan oleh pasal 137
ayat (2) UUD 1950 tidak tercapai. Hal ini telah dilaksanakan dengan tiga kali
pemungutan suara. Keadaan tersebut dan situasi tanah air pada waktu itu jelas
tidak menguntungkan bagi perkembangan ketatanegaraan, maka pada tanggal 5 juli 1959
presiden mengucapkan dekritnya.
4. Periode
5 Juli 1959 – 1998 (masa orde baru);
Dengan
dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali UUD 1945. dasar hukum dari
dekrit ini ialah staatsnoodrecht.
Hal ini sama dengan pendapat Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara Orde baru seperti yang dapat dibaca dalam ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966. Adanya istilah orde baru di atas, adalah untuk membedakan MPRS
pada masa 1959-1965 yang disebutmasa orde lama yang dianggap kurang mencerminkan
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Sebab sesudah gagalnya gerakan
G 30 september 1965, maka semboyan banyak dikemukakan untuk melaksanakan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Di bawah UUD 1945 untuk pertama kali dilaksanakan
pemilihan umum pada tanggal 3 juli 1971, sebagai pelaksanaan dari UU No. 5
tahun 1969, UU mana adalah pelaksanaan dari ketetapan majelis permusyawaratan
sementara No. XI/MPRS/1966 jo No. XLII/MPRS/1968. Sebagai hasil dari pemilihan
umum tersebut maka pada tanggal 28 oktober 1971 dilantikalah DPR, dan pada
tanggal 1 oktober 1972 MPR dilantik pula. Dalam sidangnya pada tahun 1973 MPR
telah menetapkan bahwa pemilihan umum berikutnya akan diadakan pada akhir tahun
1977 dalam ketetapan No. VIII/MPR/1973. Pada tanggal 1 oktober 1977 telah
dilantik anggota DPR dan MPR hasil pemilihan umum II-1977. dalam ketetapan MPR
No. VII/MPR/1978 diperintahkan pemilihan umum berikutnya adalah tahun 1982.
Seperti halnya dengan UUD 1945 yang untuk pertama kali berlaku tanggal 18
agustus 1945 sampai 27 desember 1949, yang kemudian hanya berlaku di Negara
begian republik Indonesia dari tanggal 27 desember 1949 sampai 17 agustus 1950,
masih bersifat sementara, amak demikian pula halnya dengan UUD 1945 yang
berlaku sekarang juga masih bersifat sementara. Kesementaraan ini disebabkan
karena MPR menurut pasal 3 UUD 1945 menetapkan UUD, dan ini belum pernah
dilakukan, walaupun MPR yang hasil pemilihan umum telah dilantik dan kemudian
bersidang pada tahun 1973. Kiranya tidak ada yang berkeberatan untuk menetapkan
UUD 1945 sebagai UUD yang tetap, tetapi tidak berarti bahwa setelah berlaku
kembali dengan dekrit ia menjadi tetap.
5. Sampai Sekarang (Masa Pasca
Orde Baru/Reformasi).
Reformasi
yang terjadi pada 1998 memberikan sebuah perubahan yang cukup signifikan
terhadap ketatanegaraan Republik Indonesia. Hal ini berlaku pula pada perubahan
UUD 1945 sebagai salah satu amanat reformasi. Perubahan UUD 1945
pada rentang waktu 199-2002 dilakukan sebanyak 4 tahap (walau masih menjadi
perdebatan, karena sebagian pakar mengatakan bahwa UUD 1945 dirubah sebanyak 4
kali-bukan 4 tahap-). Perubahan UUD 1945 terjadi dalam content (isi) saja.
Tidak mengubah pembukaan yang menjadi “ruh” dari UUD 1945. Melalui
sidang paripurna anggota MPR, akhirnya UUD 1945 diubah (pada beberapa pasal)
untuk menyesuaikan diri dengan dinamika ketatanegaraan di dunia pada umumnya.
Hal ini khususnya dapat terlihat dari poin-poin mengenai penegakan dan
perlindungan hak asasi manusia serta upaya demokratisasi Indonesia. Era
reformasi menjadi langkah awal bangsa Indonesia untuk menata kembali system
ketatanegaraan yang menjadi amanat rakyat, dimana isi dari konstitusi yang
selama orde baru dijadikan sebagai “senjata” bagi penguasa untuk mempertahankan
kekuasaannya mengalami perubahan dengan maksud untuk mewujudkan ketatanegaraan
yang bersih dan demokratis. Perubahan konstitusi merupakan
sebuah pilihan tak terelakan jika bangsa ini ingin melangkah ke suatu kehidupan
yang demokratis di masa depan. Kenyataan bahwa UUD’45 bisa dengan mudah
dijadikan sebagai alasan bagi regim otoritarian untuk mengukuhkan dirinya
selama tiga puluh tahun dengan bersembunyi dibalik pasal-pasal UUD’45,
Mengajarkan pada kita bahwa UUD’45 sangat terbuka bagi manipulasi untuk
kepentingan preserpasi kekuasaan. Mengingat sejumlah persoalan seperti yang
sudah digambarkan di atas, perubahan konstitusi yang ada haruslah melibatkan
dua kondisi minimum berikut ini Pertama,
Perubahan yang ada tidak menyertakan perubahan pada “Pembukaan UUD’45.
Perubahan konstitusi harus tetap berada dalam frame” Pembukaan “ yang ada
karena ditinjau dari berbagai sudut merupakan pilihan paling logis, paling
kompromistis, dan paling memadai dalam mewadahi kemajemukan yang menebar di seluruh
republic ini. Kedua, karena UUD 45 melibatkan
sebuah proses sejarah yang paling penting dalam sejarah perkembangan
bangsa, nilai kesejarahan yang melekat di dalamnya sejauh mungkin harus tetap
terakomodasi. Hal ini dapat dilakukan lewat amandemen konstitusional dengan
tetap memepertahankan format dasar UUD’45. amandemen yang ada biasa berupa
penambahan, perubahan, pembatalan, dan sebagainya, berbagai pasal dalam UUD’45.
Dalam konteks ini, MPR dapat menjalankan fungsi ada. Kajian mendalam terhadap
UUD’45, yang jelas-jelas secara eksplisit perlu diubah adalah keberadaan DPA
(pasal 16) yang tidak lagi relevan, pasal 22 ayat 1 tentang hak presiden
membuat peraturan pengganti UU (Perpu), dan pasal 23 tentang “keuangan Negara”
tentang perlunya keberadaan lembaga sejenis BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) di
tingkat lokal dalam menjalankan fungsi pengawasan dalam semua level pemerintah.